Rabu, 21 Oktober 2009

That’s why I love you . .

Kantin kampus terasa sepi. Sikap diamnya menyakitkanku. Atau mungkinkah sikap diamku yang menyakitkannya?

"Rie, maaf yah tadi omonganku kasar sama kamu"

"hum, aku yang salah sih. Harusnya aku yang minta maaf sama kamu. Tapi, kita tetep jadi jalan-jalan ke tempat bintang kan? Aku takut kalo kamu berubah pikiran, soalnya aku benar-benar ingin kesana ma kamu".

" Aku ga pernah kesana lagi, sejak kejadian itu. Bagiku, nyaris tak ada alasan untuk pergi kesana lagi. Dulu aku pernah berkata sesuatu, aku ga tahu kamu masih inget atau ga sih. Tapi itu bukan hal yang penting lagi sekarang. Aku . . ."

Aku tak bisa meneruskan kata-kataku. Dia merebut bagianku berbicara. Ciri khas Rie, yang tak pernah hilang sampai sekarang.

"aku inget ko. Kamu pernah bilang gini ke aku, 'aku ga akan pergi ke tempat ini kalo bukan sama kamu'. Dan aku tahu, kamu memang ga pernah lagi kesana. Aku kenal kamu dari dulu. Jadi aku bisa memastikan kalo kamu bakal ngelakuin apa yang kamu bilang. Tapi tempat bintang adalah tempat favoritmu kan? Bukan alasan untuk menolaknya. Apalagi, kamu sempat berkata 'oke, ntar aku jemput jam 7 malem di rumahmu yah'. Apa itu bukan cukup bukti kalo sebenarnya kamu juga ingin kesana? Aku cuma mau kamu bicara jujur sama aku. Kita emang udah bubar, tapi kita bukan musuh kan? Aku merasa kamu melihatku seperti bakteri, menjauhiku karena aku berbahaya bagimu. Kenapa?"

Aku terhenyak. Dia masih sama seperti dulu. Cara berbicara yang berurutan, teoritis dan mematikan kata-kata dariku. Argumenku nyaris tak berguna didepannya. Dia selalu memperhatikan setiap detil kecil yang ada. Semua hal ini adalah alasan kenapa aku menyukainya. Dia tahu, kalo selama ini aku memang menjauh darinya, membuat ruang pembatas antara aku dan dia. Tapi, dia tak tahu, kalo sebenernya aku MASIH SANGAT MENCINTAINYA . .

"aku ga pernah bisa Rie, menolak apa yang jadi maumu"

Entah angin apa yang membuatku mengabulkan permintaanya. Aku pasti sudah gila, karena aku memang memutuskan untuk datang ke rumahnya tepat jam 7 malam ini. Perjuanganku selama ini untuk melupakannya tak berarti lagi. Aku tak perduli, apakah dia adalah 'seseorang' bagi temanku, atau tidak. Aku letih membohongi perasaanku sendiri. Dia juga merupakan 'seseorang' bagiku. Seseorang di masa laluku, seseorang di kehidupanku sekarang.

"makasih yah. Oke! Sekarang aku balik ke rumah dulu yah, jangan lupa yah, jam 7 malem ke rumahku. Awas kalo telat!! Ja ne !"

Kubalas kata-katanya dengan senyumku. Udara kampus terasa lebih sejuk bagiku. Sikapnya seakan memberiku harapan. Aku kini memiliki tujuan, mendapatkannya kembali jadi milikku lagi. Bukan hanya menuliskannya saja, dan berharap. Tapi, aku akan buat dia tahu perasaanku yang sebenarnya. Aku tak akan merebutnya dari taichou, aku akan membuat dia menilai dan menentukannya sendiri. Dia cukup bijaksana untuk itu. Karena aku tahu, itulah sebabnya aku mencintainya sampai sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar